Berbicara tentang aktivis, bukanlah sesuatu
yang baru dan terdengar asing dalam kehidupan masyarakat. Aktivis telah menjadi bagian dari sejarah dalam
membawa perubahan pada sistem kekuasaan dan pemerintahan di negeri ini. Salah satu aksi
luar biasa yang pernah dilakukan oleh kelompok aktivis dalam catatan sejarah
Indonesia adalah ketika mereka menggulirkan rezim pemerintahan masa Orde Baru
yang banyak terjadi penyimpangan dan tak memihak pada rakyat. Sebagai
masyarakat Indonesia, tentunya kita patut berterima kasih dan mengapresiasi
sikap kritis dan mental pemberani mereka dalam memperjuangkan hak rakyat. Meski
berada dalam situasi bahaya dan mengancam jiwa mereka, tapi para aktivis muda itu tak pernah merasa gentar dalam melawan
pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, istilah
aktivis semakin populer dalam kehidupan masyarakat, terutama di kalangan anak
muda dan mahasiswa. Setiap orang yang bergabung dalam suatu lembaga dan
organisasi yang bertujuan untuk memperjuangkan hak orang lain di sebut aktivis.
Aktivis perempuan misalnya, mereka dikenal dengan visi dan misinya dalam
menyuarakan kesetaraan gender serta memperjuangkan hak-hak perempuan yang
sering menjadi korban diskriminasi. Aktivis HAM, dikenal sebagai orang-orang
yang bergerak dalam masalah hak asasi manusia. Baru-baru ini juga muncul
aktivis LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), yang berusaha untuk
memperjuangkan keinginan kaum lesbi dan homo agar dibolehkan menikah sesama
jenis. Dan masih banyak aktivis di bidang lain yang membawa perubahan dalam
kehidupan masyarakat.
Aktivis dan Mahasiswa
Dalam dunia mahasiswa, kata aktivis
sering ditujukan kepada mereka yang banyak berkecimpung dalam dunia organisasi.
Baik organisasi yang bersifat internal maupun eksternal. Walaupun berorganisasi
itu bukan suatu hal yang wajib dalam dunia pendidikan, tapi ada nilai istimewa
yang didapatkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi. Dengan
bergabung di organisasi, akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap
wawasan, cara berpikir, pengetahuan, kepemimpinan, dan cara bersosialisasi
dalam masyarakat yang notabenenya tidak diajarkan di bangku kuliah. Maka tidak
heran, ketika sudah mengakhiri status mahasiswanya, biasanya mantan aktivis
lebih mudah mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan mereka yang dulunya hanya
menjadi kupu-kupu (kuliah-pulang) di kampus.
Organisasi memang tidak menjamin seseorang
bisa mendapat pekerjaan setelah tamat kuliah. Akan tetapi, dengan berorganisasi
setidaknya kita sudah memiliki sedikit pengalaman untuk bekal di kemudian hari,
baik dalam dunia kerja maupun ketika bersosialisasi dengan masyarakat. Dengan aktif berorganisasi, kita akan
terbiasa untuk berbicara di depan umum, akan sering berhadapan dengan
surat-menyurat, belajar tentang manajemen dan kepemimpinan, dan memiliki link
dimana-mana. Semua itu tentu tidak akan pernah didapatkan oleh
mahasiswa-mahasiswa tukang kuliah, yang setiap harinya sibuk berkutat dengan teori-teori
yang ada di buku. Secara akademik mereka memang cerdas, tapi dari segi
pengalaman mereka masih sangat kurang.
Ironi Aktivis
Organisasi menjadi wadah yang sangat
penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi, bakat, dan segala aspirasi
mahasiswa. Organisasi juga menjadi wadah untuk mencetak generasi-genarasi yang
kritis dan idealis dalam membawa perubahan terhadap bangsa dan negara. Memang,
setiap organisasi memiliki visi, misi, dan sistem kerja yang berbeda. Tidak mungkin
visi dan misi organisasi Mapala, Pramuka,
dan Palang Merah Indonesia (PMI), akan sama dengan Lembaga Dakwah Kampus (LDK),
dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Begitu juga dengan organisasi lainnya.
Masing-masing tentu memiliki kelebihan, kekurangan, keunikan, dan ciri khas
yang berbeda. Namun perlu digarisbawahi bahwa meski bergerak pada jalur
berbeda, organisasi tersebut memiliki peran dan fungsi yang sama di dunia
pendidikan, yaitu sebagai penampung aspirasi mahasiswa dan pembawa perubahan
dalam masyarakat.
Ironisnya, saat ini sedikit sekali organisasi
yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penampung aspirasi dan juru bicara
mahasiswa serta menjadi kekuatan sosial masyarakat. Saat ini, mahasiswa yang
bergabung dalam organisasi secara kuantitatif memang sudah mengalami peningkatan,
tapi dari segi kualitas masih banyak yang harus dibenahi. Banyak kita jumpai
organisasi yang terlihat vakum dan tidak melakukan kegiatan apapun, padahal jumlah
anggotanya tergolong banyak. Ataupun, kita sering melihat sebuah organisasi
yang setiap minggunya selalu rutin mengadakan rapat, tapi tidak pernah ada
program yang mereka buat untuk kepentingan mahasiswa dan masyarakat. Mereka
terlalu asik dengan kesibukan sendiri, hingga abai akan tugas dan
tanggungjawabnya untuk menampung aspirasi mahasiswa dan masyarakat.
Namun, perlu diketahui bahwa tidak
semua organisasi seperti itu. Baik buruknya suatu organisasi sangat bergantung
dengan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya. Sebuah organisasi yang
dikelola oleh aktivis-aktivis yang kritis dan memiliki integritas yang tinggi tentu akan berjalan dengan baik.
Mereka selalu menyumbangkan ide dan tenaganya untuk menciptakan perubahan dalam
masyarakat. Berbeda dengan organisasi yang dipenuhi oleh para aktivis
abal-abalan yang hanya mengandalkan nama dan atribut organisasi yang mereka
miliki. Mereka terlihat seperti orang
sok sibuk, padahal tidak
melakukan apa-apa.
Banyak aktivis abal-abalan yang ingin
tampil di depan karena ingin dikenal oleh banyak orang. Asik demo sana sini.
Kemana saja mereka pergi, selalu mengenakan baju aktivis, tak peduli apakah
mereka sedang di kampus, di kantin, atau
di tempat lain. Yang penting mereka bisa
memperlihatkan pada semua orang kalau mereka adalah seorang aktivis. Lebih
miris lagi, ketika ada aktivis yang ketika
berdiri di depan mereka berkoar-koar dengan suara yang lantang, seolah-olah
mereka adalah pemberontak penguasa dan menuntut keadilan rakyat. Tapi ketika
mereka berhadapan dengan penguasa, mereka langsung bungkam setelah ditawarkan
sedikit uang.
Berkaca pada fenomena di atas, maka
perlu adanya kesadaran bagi setiap mahasiswa akan peran penting sebuah
organisasi dalam dunia mahasiswa, terutama bagi mereka yang berkecimpung di
dalamnya. Para pelaku organisasi memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai agen
perubahan dalam kehidupan masyarakat. Bukan malah menjadi penjilat yang bermuka
dua. Menjadi aktivis tidak hanya sekadar bisa berorasi dan melakukan demo di
tugu-tugu ataupun perempatan jalan, tapi juga memiliki tanggungjawab moral yang
harus dipertanggungjawabkan. Cerdaslah wahai mahasiswa!
Note: Tulisan ini pernah dimuat di AcehTrend.co
www.acehtrend.co/fenomena-aktivis-dan