Siapa yang
tidak mengenal Rajen Ajeng Kartini? Nama yang sudah tidak asing lagi di
masyarakat Indonesia. Bahkan hari kelahirannya yang diperingati setiap tanggal
21 April dijadikan sebagai Hari Besar Nasional. Berbagai upacara adat dan
kegiatan yang semarak pun dilaksanakan untuk menyambut Hari Kartini. Sosok
Kartini dianggap sebagai figur teladan bagi kaum perempuan dan tokoh pelopor
emansipasi wanita.
Hari Kartini
bisa dikatakan sebagai salah satu Hari Besar Nasional yang sangat unik dan
cukup menarik untuk dijadikan topik pembicaraan. Bagaimana tidak? Ada begitu
banyak tokoh penting dalam perjalanan sejarah Indonesia, tapi hanya nama
Kartini dan hari kelahirannya yang dijadikan sebagai moment Hari Nasional di
negara ini. Kita tidak pernah mendengar adanya Hari Soekarno, Hari Bung Hatta,
Hari Cut Nyak Dien, Hari Teuku Umar atau hari kelahiran tokoh-tokoh lainnya
diperingati sebagai Hari Nasional seperti halnya Hari Kartini.
Membully Kartini
Menjelang
peringatan Hari Kartini, berbagai opini yang berisi pro dan kontra terhadap
sosok Kartini pun mulai membanjiri status dunia maya. Hampir semua pengguna facebook,
twitter, BBM, Line, dan berbagai
aplikasi media sosial lainnya sibuk memperdebatkan Hari Kartini.
Banyak yang
mengatakan bahwa Hari Kartini merupakan produk olahan Belanda untuk menipu
masyarakat Indonesia. Katanya, nama Kartini bisa populer karena
surat-surat alay yang pernah ia
kirimkan kepada salah satu temannya di Belanda yang kemudian diterbitkan dalam
sebuah buku yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku tersebut
diterbitkan oleh Belanda tepat 14 tahun setelah kematiannya. Dalam isi surat
tersebut, Kartini juga banyak menuliskan tentang kekagumannya terhadap
kehidupan para perempuan Eropa yang sudah maju pada saat itu.
Saya pernah
membaca status yang ditulis oleh salah satu teman maya di beranda facebook, katanya, ”Kartini adalah “anak emas”
Belanda. Dia sama sekali tidak pantas dinobatkan sebagai tokoh emansipasi
wanita. Tidak ada aksi nyata yang ia perjuangkan untuk perempuan Indonesia.
Kartini tak lebih dari gadis alay yang
setiap hari kerjaannya hanya bisa menuliskan curhatan-curhatan galau.”
Beberapa
alasan yang tersebut diatas, sering sekali
dijadikan sebagai senjata oleh para haters
yang ingin membully Kartini. Tidak hanya di media sosial, di
beberapa laman opini media massa pun banyak terdapat tulisan yang isinya
merupakan bentuk protes dan ketidaksukaan si penulis terhadap perayaan Hari
Kartini.
Saya
bukanlah ahli sejarah. Saya juga bukan mahasiswa yang menekuni bidang sejarah.
Ada begitu banyak lembar sejarah Indonesia yang belum saya ketahui, termasuk
salah satunya adalah sejarah tentang Kartini dan tokoh-tokoh penting lainnya.
Akan tetapi, saya sangat menyayangkan ketika ada orang yang mengaku sebagai
ahli sejarah atau mereka yang merasa dirinya memiliki banyak pengetahuan
tentang sejarah, begitu gencarnya membully seorang wanita bernama Kartini di
berbagai media hanya karena ketidaksetujuan mereka terhadap penobatan yang
diberikan kepada wanita tersebut sebagai tokoh pelopor emansipasi wanita.
Mengapa Kartini?
Saya sama
sekali tidak bermaksud untuk membela Kartini. Tetapi sebagai sesama perempuan
saya merasa sedih ketika melihat ada sosok perempuan yang dibully oleh publik
hanya karena dia memiliki “sesuatu” yang tidak seharusnya diberikan
kepadanya. Namun, terlepas dari pantas
tidaknya Kartini dinobatkan sebagai tokoh emansipasi wanita, kita tidak berhak
untuk membully dirinya dengan berbagai hujatan yang cukup menyakitkan. Sebab
Kartini sendiri tidak pernah terobsesi
untuk mendapat penghargaan itu. Dia juga tidak pernah meminta agar hari
kelahirannya dijadikan sebagai Hari Besar Nasional.
Memang
benar, apa yang dilakukan oleh Kartini terhadap Indonesia tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan perjuangan yang dilakukan oleh Cut Nyak Dien dan
tokoh-tokoh perempuan lainnya. Jika Kartini dipandang sebagai sosok yang cerdas
karena pernah menulis tentang cita-citanya melanjutkan sekolah ke Belanda
melalui surat yang dikirim kepada teman-temannya di Eropa, maka Dewi Sartika
justru mendirikan sekolah-sekolah untuk kaum wanita di berbagai tempat di
Bandung dan juga di luar Bandung.
Jika Kartini
dianggap sebagai pendekar pembela nasib kaum wanita, maka Cut Nyak Dien, salah
satu pejuang wanita yang berasal dari Aceh, tidak semata-mata berjuang untuk
kaum wanita saja, tetapi juga untuk kaum lelaki. Dengan penuh kegigihan dia
ikut berperang melawan penjajah demi
mempertahankan kemerdekaan.
Selain
tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, masih banyak tokoh-tokoh perempuan lainnya
yang jauh lebih pantas dijadikan figur teladan kaum perempuan. Lantas, mengapa
harus Kartini yang di nobatkan sebagai tokoh pelopor kaum wanita? Mengapa bukan
Cut Nyak Dien atau tokoh perempuan lain? Mengapa harus Kartini?
Pertayaan-pertanyaan
seperti sering sekali kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Barangkali
pertanyaan yang sama juga sering memberontak dipikiran kita sendiri, sehingga
kita berpikiran negatif terhadap sosok
Kartini.
Nah, sebelum
kita terlanjur menghakimi sosok Kartini di depan publik dan meluapkan emosi
dengan berbagai macam kicauan yang kurang pantas, ada baiknya jika kita mencoba
untuk melihat beberapa kelebihan yang ada pada diri Kartini. Sama halnya
seperti beberapa tokoh perempuan lainnya, Kartini termasuk sosok perempuan yang
cerdas dan memiliki pemikiran yang maju pada masanya. Walaupun sosok Kartini
tak sehebat tokoh-tokoh perempuan lain, tapi ada satu kelebihan yang ada dalam
diri Kartini yang mungkin tidak dimiliki oleh tokoh-tokoh perempuan lain:
Kartini memiliki buku. Seandainya Cut Nyak Dien dan tokoh-tokoh
perempuan lainnya juga menulis dan bukunya menjadi bahan bacaan hingga
sekarang, barangkali mereka akan jauh lebih terkenal dibandingkan Kartini.
Mengutip dari tulisannya Pramoedya
Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis,
ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” Maka jangan heran ketika banyak sosok hebat
seperti Cut Nyak Dien, Keumala Hayati, dan beberapa tokoh lainnya tidak begitu
terkenal dibandingkan dengan sosok Kartini yang dijadikan sebagai perempuan
kebanggaan bangsa hanya melalui surat.
Note: tulisan ini pernah dimuat di media online Lintas Nasional ( http://www.lintasnasional.com/2016/04/22/membully-kartini/ )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar