Minggu, 07 Februari 2016

Fenomena Aktivis dan Mahasiswa


            Berbicara tentang aktivis, bukanlah sesuatu yang baru dan terdengar asing dalam kehidupan masyarakat.  Aktivis telah menjadi bagian dari sejarah dalam membawa perubahan pada sistem kekuasaan dan  pemerintahan di negeri ini. Salah satu aksi luar biasa yang pernah dilakukan oleh kelompok aktivis dalam catatan sejarah Indonesia adalah ketika mereka menggulirkan rezim pemerintahan masa Orde Baru yang banyak terjadi penyimpangan dan tak memihak pada rakyat. Sebagai masyarakat Indonesia, tentunya kita patut berterima kasih dan mengapresiasi sikap kritis dan mental pemberani mereka dalam memperjuangkan hak rakyat. Meski berada dalam situasi bahaya dan mengancam jiwa mereka, tapi para aktivis muda  itu tak pernah merasa gentar dalam melawan pemerintah.
            Seiring berjalannya waktu, istilah aktivis semakin populer dalam kehidupan masyarakat, terutama di kalangan anak muda dan mahasiswa. Setiap orang yang bergabung dalam suatu lembaga dan organisasi yang bertujuan untuk memperjuangkan hak orang lain di sebut aktivis. Aktivis perempuan misalnya, mereka dikenal dengan visi dan misinya dalam menyuarakan kesetaraan gender serta memperjuangkan hak-hak perempuan yang sering menjadi korban diskriminasi. Aktivis HAM, dikenal sebagai orang-orang yang bergerak dalam masalah hak asasi manusia. Baru-baru ini juga muncul aktivis LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), yang berusaha untuk memperjuangkan keinginan kaum lesbi dan homo agar dibolehkan menikah sesama jenis. Dan masih banyak aktivis di bidang lain yang membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat.

Aktivis dan Mahasiswa
            Dalam dunia mahasiswa, kata aktivis sering ditujukan kepada mereka yang banyak berkecimpung dalam dunia organisasi. Baik organisasi yang bersifat internal maupun eksternal. Walaupun berorganisasi itu bukan suatu hal yang wajib dalam dunia pendidikan, tapi ada nilai istimewa yang didapatkan oleh mahasiswa-mahasiswa yang aktif dalam berorganisasi. Dengan bergabung di organisasi, akan memberikan perubahan yang signifikan terhadap wawasan, cara berpikir, pengetahuan, kepemimpinan, dan cara bersosialisasi dalam masyarakat yang notabenenya tidak diajarkan di bangku kuliah. Maka tidak heran, ketika sudah mengakhiri status mahasiswanya, biasanya mantan aktivis lebih mudah mendapatkan pekerjaan dibandingkan dengan mereka yang dulunya hanya menjadi kupu-kupu (kuliah-pulang) di kampus.
             Organisasi memang tidak menjamin seseorang bisa mendapat pekerjaan setelah tamat kuliah. Akan tetapi, dengan berorganisasi setidaknya kita sudah memiliki sedikit pengalaman untuk bekal di kemudian hari, baik dalam dunia kerja maupun ketika bersosialisasi dengan masyarakat.  Dengan aktif berorganisasi, kita akan terbiasa untuk berbicara di depan umum, akan sering berhadapan dengan surat-menyurat, belajar tentang manajemen dan kepemimpinan, dan memiliki  link dimana-mana. Semua itu tentu tidak akan pernah didapatkan oleh mahasiswa-mahasiswa tukang kuliah, yang setiap harinya sibuk berkutat dengan teori-teori yang ada di buku. Secara akademik mereka memang cerdas, tapi dari segi pengalaman mereka masih sangat kurang.
Ironi Aktivis
            Organisasi menjadi wadah yang sangat penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi, bakat, dan segala aspirasi mahasiswa. Organisasi juga menjadi wadah untuk mencetak generasi-genarasi yang kritis dan idealis dalam membawa perubahan terhadap bangsa dan negara. Memang, setiap organisasi memiliki visi, misi, dan sistem kerja yang berbeda. Tidak mungkin visi dan misi organisasi  Mapala, Pramuka, dan Palang Merah Indonesia (PMI), akan sama dengan Lembaga Dakwah Kampus (LDK), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Begitu juga dengan organisasi lainnya. Masing-masing tentu memiliki kelebihan, kekurangan, keunikan, dan ciri khas yang berbeda. Namun perlu digarisbawahi bahwa meski bergerak pada jalur berbeda, organisasi tersebut memiliki peran dan fungsi yang sama di dunia pendidikan, yaitu sebagai penampung aspirasi mahasiswa dan pembawa perubahan dalam masyarakat.
            Ironisnya, saat ini sedikit sekali organisasi yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penampung aspirasi dan juru bicara mahasiswa serta menjadi kekuatan sosial masyarakat. Saat ini, mahasiswa yang bergabung dalam organisasi secara kuantitatif memang sudah mengalami peningkatan, tapi dari segi kualitas masih banyak yang harus dibenahi. Banyak kita jumpai organisasi yang terlihat vakum dan tidak melakukan kegiatan apapun, padahal jumlah anggotanya tergolong banyak. Ataupun, kita sering melihat sebuah organisasi yang setiap minggunya selalu rutin mengadakan rapat, tapi tidak pernah ada program yang mereka buat untuk kepentingan mahasiswa dan masyarakat. Mereka terlalu asik dengan kesibukan sendiri, hingga abai akan tugas dan tanggungjawabnya untuk menampung aspirasi mahasiswa dan masyarakat.
            Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua organisasi seperti itu. Baik buruknya suatu organisasi sangat bergantung dengan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya. Sebuah organisasi yang dikelola oleh aktivis-aktivis yang kritis dan memiliki integritas  yang tinggi tentu akan berjalan dengan baik. Mereka selalu menyumbangkan ide dan tenaganya untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat. Berbeda dengan organisasi yang dipenuhi oleh para aktivis abal-abalan yang hanya mengandalkan nama dan atribut organisasi yang mereka miliki. Mereka terlihat seperti orang  sok sibuk, padahal  tidak melakukan apa-apa.       
      Banyak aktivis abal-abalan yang ingin tampil di depan karena ingin dikenal oleh banyak orang. Asik demo sana sini. Kemana saja mereka pergi, selalu mengenakan baju aktivis, tak peduli apakah mereka sedang di kampus, di kantin,  atau di tempat  lain. Yang penting mereka bisa memperlihatkan pada semua orang kalau mereka adalah seorang aktivis. Lebih miris lagi, ketika ada aktivis yang  ketika berdiri di depan mereka berkoar-koar dengan suara yang lantang, seolah-olah mereka adalah pemberontak penguasa dan menuntut keadilan rakyat. Tapi ketika mereka berhadapan dengan penguasa, mereka langsung bungkam setelah ditawarkan sedikit uang.
            Berkaca pada fenomena di atas, maka perlu adanya kesadaran bagi setiap mahasiswa akan peran penting sebuah organisasi dalam dunia mahasiswa, terutama bagi mereka yang berkecimpung di dalamnya. Para pelaku organisasi memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai agen perubahan dalam kehidupan masyarakat. Bukan malah menjadi penjilat yang bermuka dua. Menjadi aktivis tidak hanya sekadar bisa berorasi dan melakukan demo di tugu-tugu ataupun perempatan jalan, tapi juga memiliki tanggungjawab moral yang harus dipertanggungjawabkan. Cerdaslah wahai mahasiswa!


Note: Tulisan ini pernah dimuat di   AcehTrend.co
            www.acehtrend.co/fenomena-aktivis-dan