Rabu, 06 Januari 2016

Refleksi Tahun Baru 2016



            Tidak terasa, beberapa hari yang lalu kita telah melewati moment pergantian tahun dari 2015 ke 2016. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan tahun baru 2016 ini diwarnai dengan kemeriahan pesta kembang api, suara mercon, dan berbagai kegiatan semarak lainnya di berbagai Negara di seluruh penjuru dunia.  Tidak hanya di luar negeri, kemeriahan yang sama juga terjadi di Indonesia, terutama di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya.
            Masyarakat terlihat begitu antusias dalam menyambut moment pergantian tahun ini, baik anak-anak, remaja atau kaum muda, maupun orang dewasa. Moment tahun baru seakan menjadi hari besar Internasional yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat dunia. Tidak sedikit orang yang sengaja mengambil cuti kerja selama beberapa hari guna mencari waktu luang untuk persiapan liburan menyambut moment tahun baru. Bahkan, ada yang rela menghamburkan sejumlah uang dan harta bendanya hanya untuk berfoya-foya, demi menyemarakkan malam tahun baru.
            Hal itu memang terlihat wajar dan manusiawi, karena moment seperti ini hanya terjadi setiap setahun sekali. Maka tidak heran jika banyak orang yang rela menghabiskan uangnya hingga ratusan juta demi mendapat kepuasan batin di moment tahun baru ini. Selain itu, moment pergantian tahun juga sering dijadikan sebagai acuan bagi seseorang untuk membuka lembaran baru dengan harapan dan semangat baru dalam melakukan hal-hal yang baru. Moment tahun baru bukan sekedar pergantian angka saja, tapi memiliki makna tersendiri bagi setiap orang.

Ada yang Beda
            Di tengah semaraknya pesta poranda perayaan tahun baru di berbagai kota, ada beberapa kota di Indonesia yang merasakan hal yang berbeda. Salah satunya adalah Banda Aceh. Tidak ada pesta kembang api, suara mercon, Car Free Night, atau bentuk perayaan lainnya di malam tahun baru 2016 ini. Malam tahun baru di sini tak jauh berbeda dengan malam-malam lainnya. Tidak ada kesan dan moment yang istimewa.
            Hal ini cukup beralasan, karena selain Aceh terkenal dengan Nanggroe Seuramoe  Mekah yang sarat dengan qanun syariat islam, wali kota Banda Aceh juga telah melarang keras perayaan tahun baru di kota Banda Aceh.
            Sejumlah petugas keamanan, seperti: polisi, TNI, Satpol PP, WH, dan Petugas BPBD disiagakan untuk melakukan patroli di sejumlah lokasi yang berpotensi menjadi titik kumpul masyarakat untuk merayakan tahun baru, seperti di depan Mesjid Raya Baiturrahman, Blangpadang, Simpang Lima, Simpang Surabaya, dan Ulee Lheue. (Serambi/2/1).
            Tidak hanya mensiagakan sejumlah aparat, wali kota banda Aceh (Illiza Sa’aduddin Djamal) ditemani wakil walikota (Zainal Arifin), kaporesta kombes Pol (Zulkifli), kapolda Aceh Irjen Husen Hamdi, dandim Aceh Besar (Kolonel Inf Riswanto ) dan sejumlah unsur lainnya juga ikut memantau kondisi tempat berlangsungnya patroli. (Serambi/2/1).
            Kebijakan tersebut tentu menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat aceh khususnya. Lumrahnya sebagai manusia, setiap orang memang memiliki pemikiran, cara pandang, serta karakter yang berbeda. Ada yang memuji dengan alasan yang wajar, ada jua yang tidak setuju karena memiliki argument yang berbeda, bahkan ada yang sampai memaki dengan alasan yang tak jelas untuk mengekspresikan kekecewaannya karena tidak bisa merayakan malam tahun baru.  Umumnya itu dilakukan oleh kalangan remaja dan anak muda. Meski  semua bentuk ocehan tersebut hanya berani dikeluarkan di status facebook, BBM, dan akun media sosial lainnya.

Makna Tahun Baru
            Moment tahun baru sepertinya sudah menjadi tradisi turun temurun di kalangan masyarakat dunia. Sehingga, tidak heran jika perayaan tahun baru begitu dielu-elukan oleh masyarakat, terutama remaja dan anak muda. Bahkan di Aceh sendiri yang terkenal dengan daerah yang kental syariat islamnya, ketika perayaan moment tahun baru itu dilarang, gurat kekecewaan mulai menggores ribuan hati.
             Namun, perlu digarisbawahi bahwa moment pergantian tahun jangan diartikan sebagai malam perayaan besar. Banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk menyambut tahun baru. Tidak harus ada pesta kembang api, bakar mercon, atau pesta lainnya. Selama ini banyak orang yang menganggap kalau sudah tahun baru itu artinya akan ada perayaan besar. Itu merupakan pemikiran yang keliru. Untuk menyambut tahun baru tidak mesti dengan pesta poranda. Membaca al quran bersama keluarga, bersedekah untuk anak yatim, dan membuat acara syukuran kecil-kecilan juga bisa dilakukan untuk menciptakan moment tahun baru.
            Hal terpenting yang perlu diluruskan dalam memaknai  tahun baru adalah bagaimana kita bisa merenungkan semua kekurangan, kesalahan, serta kegagalan di tahun sebelumnya agar tahun ini bisa menjadi lebih baik. Di tahun baru ini, kita bisa mulai menyusun target dan harapan-harapan baru untuk meraih masa depan, serta mempersiapkan diri untuk menghadapi sejumlah tantangan yang akan terjadi di tahun ini. Itulah makna tahun baru yang harus ditanamkan dalam diri masing-masing, bukan perayaan dengan menghambur-hamburkan uang.
            Maka tak perlu bersedih atau berkecil hati ketika Anda tidak bisa merayakan moment tahun baru dengan pesta poranda dan bersenang-senang hingga larut malam seperti orang lain. Cobalah untuk mengambil hikmah dan membandingkan antara sisi positif dan negatif dari perayaan tahun baru. Sesungguhnya ketika Anda bisa berpikir secara dewasa dan bijaksana dalam memaknai moment pergantian tahun, Anda jauh lebih beruntung dibandingkan mereka yang merayakan malam tahun baru dengan hiburan-hiburan yang tidak jelas serta menghambur-hamburkan uang hanya utuk mendapat kepuasan batin sesaat tanpa memikirkan kehidupan ke depan.
******
            

Note: Tulisan ini pernah dimuat di media online "Lintas Nasional"
 http://www.lintasnasional.com/2016/01/09/opini-menyikapi-perbedaan-dalam-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar