Minggu, 25 September 2016

Dilema Politik Aceh

Dilema Politik Aceh

            Menjelang Pilkada 2017, tensi politik di bumi Serambi Mekah semakin memanas. Lebih kurang sekitar dua puluh kabupaten/kota akan ikut dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada pesta demokrasi Aceh nanti. Para kandidat, timses dan juga mayarakat aceh sepertinya sudah tidak sabar ingin mengetahui siapa kandidat yang akan terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur pada periode 2017-2022 mendatang.  
            Beberapa nama pasangan calon gubenur dan wakil gubernur yang saat ini sedang booming dibicarakan akan bersaing merebut kursi pemerintahan Aceh pada pilkada 2017 nanti antara lain adalah pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah (Innova), pasangan Muzakkir Manaf-TA Khalid (Maulid), pasangan Zaini Abdullah-Nasaruddin (Azan), pasangan Abdullah Puteh-Sayed Mustafa dan pasangan Zakaria Saman-Teuku Alaidinsyah (Zakat). Tarmizi A Karim yang baru-baru ini dikabarkan tidak jadi berpasangan dengan Zaini Djalil pun akan tetap maju ke pilkada 2017 dengan mencari cawagub baru.
            Nama-nama bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang tertera di atas, saat ini sedang ramai diperbincangkan publik di berbagai tempat. Mulai dari obrolan di warung-warung kopi, media massa, media elektronik, hingga ke dunia maya sekalipun, pembahasan ini tetap menjadi trending topik dalam masyarakat Aceh. Berkaca pada kenyataan di atas, sepertinya persaingan yang terjadi antar pasangan calon tersebut dari hari ke hari semakin ketat. Tidak jarang di media sosial terjadi perdebatan-perdebatan antar pendukung dari masing-masing kandidat yang berujung pada permusuhan dan aksi saling menghina pasangan yang menjadi lawan politik kandidat yang mereka jagokan.
            Dalam hal ini, tentunya masyarakat aceh akan semakin dilema dalam menentukan calon pemimpin pilihan mereka. Terlebih para timses semakin gencar mempengaruhi masyarakat agar menjatuhkan pilihannya pada kandidat mereka. Berbagai strategi pun dilakukan demi meraih simpati dan suara dari masyarakat aceh. Mulai dari mengkampanyekan program-program yang telah disusun oleh masing-masig kandidat, aksi pengumpulan KTP, hingga sosialisasi gambar kandidat melalui brosur, spanduk dan baliho yang di pasang di tempat-tempat ramai.
            Bukan hanya itu, beberapa pendukung yang kehabisan akal dalam upaya memenangkan kandidat jagoan mereka pun mulai melakukan cara-cara yang kotor. Mulai dari menyebar fitnah serta menjelek-jelekkan lawan politik yang menjadi saingan kandidat jagoan mereka, menebarkan isu yang bisa memicu ketakutan dalam masyarakat, seperti ancaman akan terjadi konflik bila kandidat mereka tidak menang, hingga menyuap masyarakat awam agar mau memilih kandidat mereka dengan selembar uang lima puluh ribu, sehelai jilbab, kain sarung,  kaos, dan berbagai iming-iming lainnya.
Butuh bukti, bukan janji
            Melihat realita yang terjadi di atas, tidak dapat dipungkiri jika suhu perpolitikan di Aceh kian hari kian memanas. Namun perlu digarisbawahi bahwa sepanas apapun isu politik yang terjadi saat ini tidak begitu penting jika dibandingkan dengan hasil yang akan diperoleh pada pesta demokrasi nanti. Sebab yang menentukan nasib Aceh untuk lima tahun mendatang bukanlah isu-isu yang terdengar hari ini, bukan pula perdebatan-perdebatan yang terjadi dalam dunia perpolitikan sekarang, melainkan siapa yang akan terpilih menjadi pemimpin Aceh nantinya.
            Siapapun kandidat yang terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur pada pilkada 2017 mendatang, diharapkan mampu membawa perubahan untuk Aceh agar menjadi lebih baik. Selain itu mereka juga harus berkomitmen untuk melaksanakan setiap program yang telah dijanjikan kepada masyarakat sebelum mereka terpilih.
            Selama ini masyarakat aceh sudah cukup menderita dengan sistem pemerintahan yang tidak pro rakyat. Banyak janji manis yang diberikan oleh pemerintah kita sebelum mereka memangku jabatan di kursi pemerintahan. Sayangnya, sampai saat ini janji tersebut tidak bisa direalisasikan dengan baik. Kepercayaan dan harapan rakyat pun kandas di tengah jalan, terkubur bersama tipu daya politik.
            Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa masyarakat Aceh kembali dihadapkan pada pilihan yang sulit. Setelah berkali-kali mereka memilih dan menaruh harapan kepada calon pemimpin yang diyakini bisa membawa Aceh ke arah yang lebih baik. Kini mereka kembali dirisaukan dengan sejumlah daftar calon gubernur dan wakil gubernur yang harus mereka pilih pada pilkada yang akan datang.
            Melihat trauma politik yang dialami oleh masyarakat Aceh saat ini, diharapkan siapapun calon yang terpilih dan diamanatkan untuk memimpin Aceh nantinya tidak lagi mengecewakan hati masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan hal utama yang harus diprioritaskan. Jangan hanya sibuk melakukan pencitraan dan memikirkan kepentingan diri sendiri dan golongan tertentu saja. Karena jabatan pemerintahan tersebut bisa diraih melalui suara dan dukungan rakyat. Maka sangat tidak tahu malu bila pemerintah dengan mudahnya menggadaikan kepentingan rakyat demi kepentingan pribadi.
            Untuk para kandidat yang akan maju pada pilkada 2017 nanti, tak perlu lagi menarik simpati masyarakat dengan mengumbar janji manis, karena masyarakat tidaklah bodoh. Mereka sudah terlalu sering ditipu dan kini mereka sudah belajar dari pengalaman. Sudah cukup rakyat dibodoh-bodohi dengan berbagai macam program yang sebenarnya tidak mungkin bisa direalisasikan.
            Sekali lagi, masyarakat aceh tidaklah bodoh. Mereka tidak perlu janji akan diberikan uang dengan cuma-cuma setiap bulan dari pemerintah. Mereka juga tidak membutuhkan janji akan disediakan kapal pesiar untuk mempermudah mereka berangkat haji ke tanah suci. Pun masyarakat aceh tidak mengharapkan janji-janji lain yang diucapkan oleh para kandidat ketika mereka sedang kampanye. Yang diinginkan oleh masyarakat aceh dari calon yang akan memimpin Aceh nantinya adalah komitmen mereka sebagai pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan di Aceh. Masyarakat butuh pembuktian terhadap program-program yang telah dijanjikan sebelum mereka terpilih menjadi pemimpin. Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin amanah yang bisa mensejahterakan rakyat dan bisa membangun Aceh menjadi lebih baik.
Jadilah Pemilih Cerdas
            Menanggapi isu politik yang kian hari derajatnya semakin meningkat, rakyat harus kritis dan jeli membaca semua bakal pemimpin Aceh. Jangan mudah tergiur dengan program-program yang dijanjikan oleh para kandidat serta tidak terprovokasi dengan isu-isu yang disebarkan oleh para timses dan simpatisan dari masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
            Meski banyak program-program menggiyurkan yang dijanjikan oleh para kandidat, tapi sebagai masyarakat kita jangan langsung tergoda dengan hembusan angin surga yang keluar dari mulut manis mereka. Kita harus jeli dalam membedakan mana program yang bisa direalisasikan dan mana yang hanya buaian semata. Sudah cukup kita dibodoh-bodohi oleh para pelaku politik dengan berbagai janji dan iming-iming hadiah. Kini sudah saatnya kita berpikir secara kritis.
            Pilihlah pemimpin yang diyakini bisa memimpin dengan amanah, bisa menjalankan roda pemerintahan dengan semestinya, bisa melaksanakan pembangunan Aceh dengan baik, serta bisa mensejahterakan masyarakat aceh. Jangan menjual harga diri kita kepada mereka yang rakus jabatan dengan selembar uang 50.000, sehelai jilbab, sehelai sarung, maupun dengan sehelai kaos oblong. Jika calon pemimpin seperti ini yang menjadi pilihan masyarakat, kelak jika mereka terpilih maka rakyar akan rugi.
            Logikanya, seorang pembisnis mau mengeluarkan modal yang besar dengan harapan akan memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar dari apa yang mereka keluarkan. Begitu pula dalam dunia perpolitikan, para pelaku politik mau menghabiskan sejumlah uang untuk menyogok masyarakat, tentu karena ada maksud dan tujuan tertentu. Jika mereka terpilih nanti, mereka akan menggunakan sejumlah uang rakyat untuk mengembalika modal yang sudah mereka keluarkan pada masa kampanye. Bahkan tidak menutup kemungkinan jika uang rakyat yang mereka ambil jauh lebih besar dari modal yang mereka keluarkan sebelumnya.

            Siapapun yang akan terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur untuk periode 2017-2022 mendatang, tidak terlepas dari peran masyarakat dalam menentukan pilihan mereka. Amanah atau tidaknya pemimpin yang menjalankan roda pemerintahan di Aceh sangat bergantung terhadap kekritisan masyarakat aceh itu sendiri dalam membaca situasi politik. Oleh karena itu, mari kita menjadi pemilih yang cerdas dan kritis. Jangan mudah terjebak oleh provokasi dan ancaman-ancaman dari oknum-oknum tertentu. Pilihlah pemimpin yang sesuai dengan hati nurani, bukan karena paksaan. Semoga dengan kerjasama semua pihak, pesta demokrasi pada 2017 mendatang bisa berjalan dengan baik dan kandidat yang terpilih nantinya benar-benar bisa menjadi wakil rakyat dalam mewujudkan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat aceh.



Note: Tulisan ini pernah diikutsertakan dalam lomba menulis Opini Pekan Politik yang diselenggarakan oleh Prodi Ilmu Politik Universitas Malikussaleh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar